Yang harus kita lakukan untuk menghadapi era globalisasi adalah Menyaring budaya asing sesuai dengan aturan atau panduan nilai, norma, dan keyakinan dalam agama Memahami nilai-nilai Pancasila dan kebangsaan dengan baik sehingga tercipta persatuan dan kesatuan. Mencintai produk dalam negeri Jika ingin belajar budaya asing, harus mau belajar budaya bangsa sendiri. Dengan belajar budaya bangsa sendiri akan lebih mencintai serta memahami budaya sendiri. Meningkatkan kemampuan dalam bersaing dengan negara lain. Pembahasan Hai teman-teman BrainlyLovers...!!! Sekarang kita akan membahas era globalisasi. Selamat belajar...!!! 1. Pengertian Era Globalisasi terdiri dari kata Era dan Globalisasi. Era berarti kurun waktu atau zaman. Globalisasi berarti proses mendunia atau mengglobal. Era Globalisasi adalah zaman pada saat terjadinya proses mendunia. 2. Dampaknya a. Positif Hanya dengan satu media, berjuta-juta manusia dapat menyaksikan berita melalui layar televisi. Membawa dampak terciptanya sebuah masyarakat yang meliputi seluruh manusia yang ada di dunia. Terjadinya perubahan besar pada pola kehidupan manusia. Contohnya pada cara kerja manusia yaitu manusia akan semakin aktif dalam memperdalam, memanfaatkan, dan menanam kapasitas sebagai individu yang ingin menampilkan nilai-nilai jati diri serata kemanusiawian budayanya b. Negatif Merembesnya budaya dari negara maju ke negara berkembang. Negara maju sebagai pemasok informasi. Perembesan budaya dapat berdampak pada ketergantungan budaya di negara berkembang terhadap budaya dari negara maju. Globalisasi informasi dapat menyebabkan imperialisme budaya dari negara maju atas negara berkembang. Negara berkembang yang dimaksud adalah negara yang lamban dalam perkembangan modernisasinya. Globalisasi mampu mengakibatkan masyarakat menjadi individualistis dan menjadi tidak religius. Walaupun globalisasi tidak bisa langsung dapat diidentikkan dengan westernisasi. Pelajari Lebih Lanjut Kajian tentang 4 hal untuk menghadapi globalisasi di bidang budaya bisa coba cek Kajian tentang pengertian dan contoh globalisasi bisa coba cek Kajian tentang dampak dari globalisasi bisa coba cek Detail Jawaban Kelas 9 Pelajaran IPS Kategori Bab 5 – Perilaku Masyarakat dalam Perubahan Sosial Budaya di Era Globalisasi Kode Kata Kunci Era Globalisasi, Dampak Era Globalisasi.
Selainmenjadi juara umum untuk kedua kalinya, Telkom bersama dengan beberapa anak perusahaan juga berhasil membawa pulang sederet penghargaan untuk berbagai kategori. Adapun penghargaan yang telah diraih Telkom pada ajang AKHLAK Awards 2022 yakni dari kategori Klaster Telekomunikasi dan Media, kategori Harmonis, kategori Loyal, kategori Amanah
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Hallo sahabat kompasianapada kesempatan kali ini, saya akan menguraikan sedikit tentang upaya pendidikan dalam menghadapi globalisasaiselamat membaca Pendidikan merupakan hak asasi setiap manusia, yang telah diakui dalam UUD 1945Pasal 31 ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan merupakan serangkaian proses pemberdayaan potensi dan kompetensi untuk menjadi manusia yang berkualitas dan berlangsung sepanjang hayat. Mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa kemudian tua, manusia mengalami proses pendidikan yang didapatkan dari orang tua, masyarakat,sekolah maupun lingkungannya. Manusia sangat membutuhkan pendidikan melalui proses penyadaran yang berusaha menggali dan mengembangkan potensi dirinya. Proses yang dilakukan ini tidak hanya sekedar untuk mempersiapkan manusia agar dapat menggali, menemukan, menempa potensi yang dimiliki, namun juga untuk mengembangkannya dengan tidak menghilangkan karakteristik majunya ilmu pengetahuan disertai majunya teknologi, juga semakin kencangnya pengaruh globalisasi membawa dampak tersendiri bagi Pendidikan di menghadapi tantangan masa depan, dengan perkembangan globalisasi, IPTEK, arus informasi yang cepat dan layanan professional, maka diperlukan pembaharuan pendidikan yang dilakukan secara sistemik dan sistematik, yaitu pendidikan yang dirancang secara teratur melalui perencanaan yang bertahap dan menyeluruh mulai dari lapisan sistem pendidikan nasional, lembaga pendidikan sampai lapis individual. Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya merupakan kunci keberhasilan bangsa dan Negara Indonesia dalam menghadapi masa depan. Oleh sebab itu perlu dikaji; tuntutan bagi manusia masa depan dan upaya mengantisipasi masa depan. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam menghadapi era globalisasi, diantaranya 1. Meningkatkan Kualitas Pendidik Mengingat bahwa dalam era global, pendidikan nasional harus pula memperhatikan perkembangan yang terjadi secara internasional, maka kajian kompetensi guru sebagai unsur pokok dalam penyelenggaraan pendidikan formal, perlu pula mempertimbangkan bagaimana kompetensi guru dibina dan dikembangkan pada beberapa negara lain. Proposisi inti tentang kompetensi guru meliputiGuru mempunyai komitmen terhadap siswa dan belajar mereka; Guru menguasai materi yang pelajaran dan cara mengajarnya; Guru bertanggung jawab dalam mengelola dan memonitor belajar siswa; Guru berpikir secara sistematik mengenai tugasnya danbelajar dari pengalamannya; dan Guru menjadi anggota dari masyarakat belajar. Berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran,guru perlu memperhatikan bahwa siswa memiliki berbagai potensi dalam dirinya. Di antaranya rasa ingin tahu dan berimajinasi,dua hal inia dalah potensi yang harus dikembangkan atau distimulasi melalui kegiatan pembelajaran. Karena kedua hal tersebut adalah modal dasar bagi berkembangnya sikap berpikir kritis dan kreatif. 1 2 Lihat Pendidikan Selengkapnya
Dalamkaitan itu, A.M. Hendro Priyono mengatakan bahwa di era globalisasi Negara-negara yang mengembangkan proses demokrasi akan mendapatkan tantangan yang sangat hebat, terutama terorisme yang menyalahgunakan kesucian agama (2007).
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain. Dalam globalisasi, terdapat dampak positif dan negatif. Dampak positif globalisasi adalah adanya kemudahan informasai dan arus barang antar negara dan wilayah. Selain itu, globalisasi juga akan mendorong laju pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, globalisasi juga dapat membawa dampak negatif dalam kehidupan bangsa dan sangat berpengaruh terhadap penerapan unsur-unsur jati diri bangsa. Adanya pertentangan antara nilai-nilai dari dalam diri bangsa Indonesia dengan nilai-nilai yang dibawa dari luar akan membawa konflik terhadap ideologi bangsa Indonesia. Ideologi bangsa Indonesia adalah pancasila, dimana pancasila lah yang menjadi dasar bagi bangsa dan negara Indonesia. Setiap sila-sila pancasila sendiri memiliki makna khusus yang terkandung didalamnya, yaituSila pertamaAdanya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta segala untuk memeluk agama dan kepercayaannya keduaPengakuan terhadap harkat dan martabat manusia dengan segala hak dan perlakuan adilManusia sebagai makhluk beradab dan berbudayaSila ketigaPengakuan terhadap persatuan bangsa IndonesiaCinta dan bangga akan Negara IndonesiaSila keempatKedaulatan ada di tangan rakyatNegara adalah untuk kepentingan rakyatKeputusan diambil berdasarkan keputusan bersamaSila kelimaPerwujudan keadilan sosialKeseimbangan antara hak dan kewajibanCita-cita masyarakat adil dan makmur yang merata bagi seluruh rakyat IndonesiaMengingat pengaruh globalisasi sangat kuat di zaman ini, maka kita sebagai bangsa yang mempunyai jati diri dan kepribadian yang berbeda dengan bangsa lain harus tetap memelihara dan jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa. Identitas nasional memiliki beberapa unsur, yaitu Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, konstitusi UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, nilai budaya, bendera, bahasa nasional, lagu kebangsaan, lambang negara, dan lagu-lagu wajib. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi ini adalah melalui efektivitas pembinaan kebangsaan melalui pembentukan sikap nasionalisme. Sikap nasionalisme sebagai sikap mental dan menempatkan kesetiaan tertinggi pada negara, menjaga nilai-nilai luhur, dan memelihara unsur-unsur identitas nasional. Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan sebagai sarana pembinaan semangat nasionalisme harus dapat diefektifkan, sebagaimana disebutkan dalam pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yaitu “untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat”. Dengan ini, sikap nasionalisme akan dapat dijadikan sebagai pembentukan sikap dan mental bangsa dalam mempertahankan jati diri bangsa di tengah arus globalisasi. Menyadari akan tantangan perubahan, baik lokal, nasional, maupun global semakin berat, Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan mampu menumbuhkan sikap mental cerdas, penuh tanggung jawab dari mahasiswa untuk mampu memahami, menganalisis, serta menjawab berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara secara tepat, rasional, konsisten, berkelanjutan serta menjadi warga negara yang tahu hak dan kewajibannya menguasai iptek serta dapat menemukan jati dirinya, dan dapat mewujudkan kehidupan yang demokratis, berkeadilan, dan kata lain secara konseptual, Pendidikan Kewarganegaraan hendaknya mengembangkan warga negara yang memiliki lima ciri utama, yaitu jati diri, kebebasan untuk menikmati hak tertentu, pemenuhan kewajiban-kewajiban terkait, tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik, dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan. Karakteristik tersebut menuntut adanya upaya pengembangan kurikulum dan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sangat membantu dalam mengembangkan kompetensi kewarganegaraan di era global, baik dalam kajian disiplin ilmu, kurikulum, dan pembelajaran. Pendidikan kewarganegaraan akan dapat memberikan kekuatan dan berfungsi untuk memecahkan berbagai masalah dalam mempertahankan kedaulatan bangsa. Selain itu, kita sebagai masyarakat yang cinta akan bangsa dan negara Indonesia harus mampu mempertahankan nilai dan prinsip dengan menjaga identitas nasional bangsa yang semakin terkikis oleh arus Sosiologi untuk SMA/MA Kelas XII KTSP 2006web Lihat Humaniora Selengkapnya
OPERASIGIGI GERAHAM BOGOR . Operasi gigi geraham bogor - Setelah menginjak usia 21 tahun, seseorang biasanya memiliki 32 gigi, termasuk gigi geraham bungsu. Namun, masalah kesehatan terkadang akan muncul selama proses tumbuhnya gigi geraham bungsu.Gigi geraham ketiga ini biasanya tumbuh pada masa akhir remaja atau usia kurang lebih 20 tahunan.Ketika gigi geraham bungsu bermasalah, dokter
Krisis adalah suatu fenomena yang kompleks, memberi dampak korban dan kerugian ekonomi, dan langkah antisipasinya memerlukan keterlibatan banyak pihak. Contoh krisis yang baru-baru ini terjadi adalah peristiwa banjir Jakarta, krisis di Yaman dan Syria, hingga merebaknya virus Korona ke seluruh dunia. Selain itu, perubahan iklim juga menjadi contoh lain dari krisis yang dihadapi umat manusia. Setiap hari kita mengalami risiko krisis yang berbeda-beda. Namun, di antara risiko tersebut ada yang benar-benar menjadi krisis dan ada pula yang tetap menjadi risiko atau tidak berubah bentuk menjadi krisis. Menurut Allianz Risk Barometer tahun 2020, ada 10 ancaman yang dihadapi oleh dunia usaha dan masyarakat pada umumnya. Ancaman pertama adalah risiko serangan siber. Para pengusaha menghadapi tantangan di sektor siber karena maha data dan mahalnya biaya jika terjadi serangan atau bocornya keamanan siber. Selain itu, krisis siber juga terjadi karena meningkatnya serangan virus dan proses pengadilan yang harus dilalui setelah terjadinya krisis siber tersebut. Dalam dunia politik, krisis siber juga memberikan keuntungan sekaligus dampak yang luar biasa besar bagi warga suatu negara. Di Indonesia, kita dapat melihat dan merasakan bagaimana perang siber ini terjadi, terutama menjelang Pemilu. Ancaman kedua adalah gangguan bisnis karena kebakaran dan bencana alam. Selain bisa mengakibatkan korban, kerugian karena rusaknya perangkat bisnis atau properti juga menjadi suatu hal yang menakutkan. Usaha atau bisnis saat ini juga mengalami ancaman dari pemicu lain, seperti gangguan disrupsi platform digital atau teknologi baru lebih detail bisa dibaca pada ancaman kesembilan, gangguan pada rantai pasok, risiko politik, hingga kondisi lingkungan. Ancaman ketiga adalah perubahan peraturan atau ketidakpastian hukum yang menentukan iklim investasi di suatu tempat. Ilustrasi dari ancaman ini adalah naiknya status Indonesia sebagai negara maju yang mengurangi berbagai kemudahan ekspor ke Amerika. Selain itu, fenomena seperti Brexit juga menjadi tantangan bagi industri. Ancaman keempat adalah kejadian bencana alam. Banjir di Jakarta, angin topan di Filipina, kebakaran hutan dan lahan hebat di Australia adalah beberapa berita yang menjadi headline akhir-akhir ini. Meskipun secara global kerugian dan asuransi akibat bencana pada tahun 2019 menurun dibanding pada tahun 2017, tetapi risiko bencana masih menjadi risiko ketiga tertinggi di berbagai wilayah. Hal ini terjadi karena kejadian bencana alam sering dipengaruhi oleh kondisi meteorologi, geofisik, klimatologi, dan hidrologi. Ancaman kelima adalah perkembangan pasar. Tahun 2019 ditandai sebagai periode penuh gejolak oleh peneliti ekonomi di Allianz. Selain itu, ketidakpastian karena konflik perdagangan dan kondisi politik akan terus mempengaruhi kondisi pasar. Gabungan antara gejolak volatility dan ketidakpastian uncertainty menyebabkan arah pasar global sulit diprediksi. Ancaman keenam adalah kebakaran dan ledakan. Meskipun dalam Barometer Risiko Allianz menduduki peringkat keenam, tetapi sebenarnya kebakaran menjadi penyebab pertama kerugian finansial berdasarkan analisis klaim dari perusahaan asuransi AGCS. Banyak perusahaan besar telah berinvestasi untuk mengurangi risiko dengan meningkatkan perlindungan dan pengelolaan risiko. Namun, nilai properti atau aset per meter persegi pada perusahaan atau industri meningkat empat kali lipat selama dekade terakhir. Akibatnya, satu peristiwa kebakaran kecil sudah mampu menyebabkan kerugian dan gangguan bisnis yang sangat besar. Belum lagi jika melihat dampak ikutannya di sektor-sektor terkait industri tersebut. Ancaman ketujuh adalah perubahan iklim dan gejolak cuaca. Pebisnis dan kalangan usaha harus mempertimbangkan seluruh risiko terkait dengan perubahan iklim. Risiko tersebut mencakup dampak pada operasi, reputasi, dan peraturan. Risiko-risiko tersebut menambah ancaman kerusakan fasilitas produksi karena bencana alam. Kendati demikian, antisipasi perubahan pada saat yang sama juga menciptakan peluang dengan tindakan dan investasi yang terukur dan tepat. Ancaman kedelapan adalah hilangnya reputasi atau nilai merek brand value. Kondisi ini dapat terjadi, misalnya karena skandal pada perusahaan yang mempengaruhi reputasi. Hal ini dapat terjadi karena bermacam hal, seperti serangan siber, media sosial, serta kesalahan missconduct perusahaan dan suplier. Perhitungan kerugian reputasi perusahaan cukup sulit dilakukan. Namun, saat reputasi tersebut rusak, nilai pasar market vallue dapat langsung kolaps dengan sangat cepat. Saat ini diprediksi lebih dari seperempat krisis karena rusaknya reputasi tersebar hanya dalam waktu beberapa jam saja setelah peristiwa terjadi. Tiga perempat lainnya terjadi dalam kurun waktu 24 jam. Namun, dampak rusaknya reputasi pada pasar saham dapat terjadi lebih cepat di era media sosial seperti saat ini. Kendati risikonya makin meningkat, tetapi berbagai perusahaan belum melakukan perlindungan yang cukup terhadap konsekuensi dari rusaknya reputasi. Perencanaan yang efektif dan pengelolaan risiko semakin penting. Perusahaan dan sektor bisnis juga perlu melakukan respon secara profesional terhadap rusaknya reputasi, karena dapat menentukan dan membuat perbedaan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa nilai sebuah perusahaan dapat meningkat 6% apabila mampu secara efektif mengelola krisis reputasi. Perusahaan asuransi juga dapat meningkatkan pendampingan yang terukur untuk risiko yang tidak terukur. Mereka juga dapat memberikan solusi, seperti perlindungan terhadap pengurangan keuntungan karena penurunan reputasi. Hal lain yang dapat disiapkan untuk menjaga reputasi, misalnya penyiapan biaya rektifikasi dan saran, krisis respon reputasi 24/7, dan strategik laporan analisis media. Ancaman kesembilan berasal dari teknologi yang baru. Kendati teknologi baru juga memicu hadirnya peluang-peluang baru untuk dunia bisnis dan usaha, tetapi kehadirannya juga mampu menghadirkan dampak yang tidak diharapkan. Sebagai ilustrasi adalah penggunaan kecerdasan buatan AI, Artificial Intelligence. Teknologi ini menjadi pengubah arah di berbagai industri. AI memungkinkan dunia usaha untuk meningkatkan efisiensi, pembuatan produk baru, dan melakukan pekerjaan yang berulang-ulang. Namun, pemanfaatan AI juga menimbulkan ancaman risiko yang besar di masa datang. Mesin-mesin terkomputerisasi dikhawatirkan akan mampu membuat keputusan sendiri atas nama manusia. Persoalan yang kompleks dari teknologi baru juga bisa terjadi karena transfer pengambilan keputusan, tidak transparan, ditambah kesilapan manusia dalam melihat risiko dan ketidakmampuan memprediksi dampak di masa depan. Sebagai tambahan, persoalan etik dan sosial dari penggunaan kecerdasan buatan juga masih menjadi perdebatan serius. Ancaman terakhir atau kesepuluh adalah perkembangan kondisi ekonomi makro. Pemerintah di berbagai negara dunia menghadapi resesi dan pertumbuhan ekonomi yang konstan. Kondisi itu masih ditambah dengan adanya krisis dan gejolak politik di berbagai negara. Ancaman dalam bidang ekonomi lainnya di antaranya adalah ketidakefektivan stimulus menghadapi kerentanan global dan kebijakan moneter. Selain itu, adanya akumulasi hutang menjadi ancaman serius di beberapa negara maju. Tidak kalah penting, perekonomian global juga berisiko, bahkan sudah terdampak akibat merebaknya virus Covid-19. Negara-negara di dunia kini tengah melakukan upaya mitigasi dampak virus tersebut pada perekonomian masing-masing. Di antara 10 risiko tersebut di atas, manakah yang paling membuat Anda khawatir dan upaya apa yang sudah Anda rencanakan atau lakukan?
Setelahmengubah mindset, sederhananya tiga hal menurut penulis yang harus dilakukan oleh guru agar menjadi guru kreatif di era global yaitu sebagai berikut: Pertama, reason. Tanamkan minimal lima alasan terkuat kenapa memilih profesi sebagai guru?
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pendahuluan Terorisme tidak akan lenyap dari muka bumi ini, malahan akan muncul dalam berbagai bentuk, dan tidak ada pihak yang dapat menjamin bahwa, besok lusa — tidak ada lagi ancaman terorisme. Pengertian mengenai teror, secara harafiah dapat dikutip dari kamus Webster yang mengatakan bahwa teror adalah suatu keadaan, kondisi kejiwaan yang amat ketakutan, kecemasan yang tinggi. Dengan demikian, secara sederhana dapat pula dikatakan bahwa aksi terror adalah tindakan untuk menciptakan suasana ketakutan yang amat tinggi bagi seseorang, atau kelompok, atau masyarakat. Pada kondisi demikian maka perilaku seseorang, kelompok masyarakat, yang mengalami ketakutan atau kecemasan yang tinggi, sehingga dapat dimanipulasi untuk melakukan suatu tindakan, kegiatan, yang sesuai dengan keinginan para pelaku yang berkembang pada waktu ini adalah munculnya gerakan radikal yang sempat menjamur, dan mereka menggunakan aksi terror sebagai alat kampanye untuk mencapai tujuan kepentingan mereka. Radikal berasal dari kata radix yang berarti akar Latin yang dimulai di Inggris pada akhir abad 18[1]. Pengertian yang lebih luas mengacu pada ensiklopedia dan beberapa kamus bahasa Inggris, yang mengungkapkan kata radical adjective adalah activist, fundamental, extreme, militant, fanatic, revolutionary, drastic, die hard, way-out, yang diekspresikan dalam hal pendirian, sikap dan tindakan. Pada umumnya, pendirian—sikap—tindakan yang bersifat radikal, ada kaitannya dengan peng-hormatan terhadap sistem nilai yang dianut oleh pihak tersebut. Pengertian tersebut akan semakin jelas maknanya apabila disandingkan dengan kata benda noun, misalnya—Kristen radikal, atau Islam radikal, atau penganut idiologi politik. Radikalisme, bukan suatu fenomena yang sulit untuk dimengerti, oleh karena secara alamiah sifat-sifat dasarnya ada di dalam kehidupan individu, keluarga, maupun masyarakat. Namun perlu disadari bahwa secara teoritik, gerakan radikal mempunyai mass dan velocity, dengan daya centripetal dan atau centrifugal, terhadap lingkungan sekitarnya. Singkatnya, ada daya power yang dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan objective. Secara garis besar, tujuan dari aksi terror dapat dibagi dalam empat katagori besar, yaitu; 1 irrational terror, yaitu tindak teror yang dilakukan oleh orang atau kelompok yang tujuannya untuk kepentingan pribadi, untuk memuaskan keinginan sepihak, atau—tindakan tindakan lainnya yang tidak masuk akal sehat. 2 Criminal terror, adalah tindakan yang dilakukan oleh orang atau kelompok yang tujuannya crime untuk kepentingan kelompok mereka, misalnya YAKUZA, MAFIA, ORGANIZATIA. Kelompok atau sekte agama tertentu dapat dimasukkan dalam katagori ini. 3 State sponsored terror adalah aksi terror yang dilakukan oleh penguasa suatu negara terhadap rakyatnya, yang tujuannya adalah membentuk perilaku segenap lapisan masyarakat sesuai keinginan penguasa, atau ditujukan kepada negara atau pihak lainnya, 4 Political terror, adalah kegiatan terror yang dilakukan oleh kelompok atau jaringan tertentu yang bertujuan politik. Kelompok inilah yang menjadi masalah dunia sampai sekarang, dan makalah ini akan fokus pada kelompok tersebut. Hubungan antara gerakan radikal dan dengan sifat alamiahnya activist, fundamentalist, extreme, militant, fanatic, die-hard, way out, gerakan radikal cenderung bersikap tegas, keras dan ada unsur pemaksaan coersive. Penghormatan terhadap sistem nilai dilaksanakan dengan keras strictly, harus sesuai dengan norma yang dianut, ada lembaga sanksi untuk melaksanakan penghukuman punishment.Secara teoritik mengatakan bahwa gerakan kelompok radikal akan selalu berhadapan dengan lingkungan sekitarnya yang berbeda dalam banyak hal, terutama di dalam penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku secara umum. Sangat besar kemungkinannya terjadi benturan, dan ada pula kemungkinan terjadi kerusakan, kehancuran, kehilangan, kematianloss bagi masing-masing pihak. Semua pihak, apakah mayoritas baca pemerintah atau minoritas baca teroris, pasti akan memperhitungkan ancaman imminent loss dan penyiapan kekuatan atau daya power untuk menghadapi ancaman. Logikanya, adalah pihak mayoritas yang memegang kendali situasi oleh karena pihak inilah yang memiliki daya politik/kuasa—ekonomi/logistik—militer/daya perusak yang lebih pihak minoritas tidak memiliki daya sekuat pihak mayoritas, sehingga ada asymmetric balance of power yang berlaku di lapangan. Pihak mayoritas akan mempertahankan keunggulan di dalam perimbangan kekuatan, sebaliknya di pihak minoritas, misalnya gerakan kelompok radikal, akan berusaha pula dengan segala cara dan metode untuk mencapai perimbangan kekuatan. Salah satu di antaranya ialah dengan cara-cara terorisme. Pada kelompok gerakan radikal sebagai pihak yang minoritas, maka persoalan survival, merupakan masalah mati-hidup dan untuk itu mereka memerlukan daya power untuk tetap eksis. Modal awalnya adalah melalui pembinaan kader recruitment yang fokus pada unsur fanatisme dan militansi di dalam pengormatan terhadap sistem nilai mereka. Banyak bukti dilapangan empirical mengungkapkan bahwa, selalu ada pihak ketiga yang menyokong, baik secara tertutup indirectly support ataupun terbuka tacit support terhadap kelompok radikal tersebut, oleh karena ada kepentingan mutual political objectives yang ingin dicapai. Yang dimaksud dengan pihak ketiga dapat berwujud negara, atau parpol, ormas, ikatan primordial, LSM, yang memberikan political blessing, moral support, SDM misalnya pakar dalam bidangnya, dukungan logistik, dana, intelijen, sampai pada kirim pasukan atau dua contoh kelompok radikal yang sangat menonjol, yaitu yang pertama, Ku Klux Klan adalah kelompok racist yang terkenal sangat kejam terhadap kaum negro’ versi tahun 1866 dan terhadap kaum Katolik, Yahudi, dan Komunis versi tahun 1915[2]. Lawannya adalah Black Phanter yang sempat berkembang tetapi besaran daya power untuk survive, nyatanya tidak mampu mengatasi pihak mayoritas yang memiliki daya power lebih kuat. Menarik untuk dipelajari adalah contoh yang kedua, yaitu Kahane Kach adalah juga kelompok racist, menggunakan aksi terror sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi, dan oleh pihak pemerintah AS kelompok tersebut dimasukkan dalam daftar organisasi teroris.[3] Tetapi nyatanya mereka tetap eksis meskipun dalam tekanan yang sangat ekstrim di bumi AS, tetapi di bumi Israel mungkin ceritanya sejarah kontemporer mencatat, banyak kelompok radikal yang muncul diberbagai penjuru dunia dan mereka menggunakan aksi teror sebagai sarana means untuk mencapai tujuan politiknya. Pertanyaan yang muncul di sini ialah mengapa pilihannya terorisme? Jawabannya sederhana sekali—yaitu; beayanya sangat murah, metodanya tidak rumit, pengorganisasiannya sederhana, tetapi efektif digunakan untuk perimbangan kekuatan di lapangan[4]. Tidaklah mengherankan apabila banyak organisasi radikal, kemudian berkembang menjadi organisasi terorisme. Ada kelompok sudah terkenal, atau dikenal luas dan masuk dalam daftar black list yang dikeluarkan oleh berbagai pihak, misalnya pemerintah ini tidak menggunakan pada daftar terroris yang dikeluarkan oleh pemerintah AS, oleh karena ada beberapa alasan, satu di antaranya adalah preferensi masyarakat Indonesia. Di dalam hal terorisme, belum tentu preferensi masyarakat Indonesia akan selalu sama dengan pihak lainnya. Memang benar bahwa terorisme adalah kejahatan luar biasa terhadap manusia, dan perlu upaya internasional untuk bahu membahu memerangi kejahatan tersebut, akan tetapi preferensi masyarakat merupakan modal dasar. Di dalam masyarakat Indonesia, kondisi faktual mengungkapkan bahwa ada juga kelompok radikal yang mengatas namakan kepentingan kelompok etnis, dan ada juga yang menggunakan atribut agama. Kelompok inilah yang sangat vokal dan terkesan mewarnai’ preferensi masyakat Indonesia, yang secara tidak langsung telah membentuk citra Indonesia di panggung dunia dalam hal penanganan menggunakan pikiran Francis Fukuyama[5], maka gerakan semacam itu barangkali dapat dikatagorikan sebagai contemporary movement for liberal rights. Contoh yang lebih konkrit adalah Hizbullah di Libanon, suatu non-state actor mampu mewujudkan pemerintahan’ di Beirut selatan, dan situasi di lapangan memperlihatkan bahwa pemerintah Libanon tidak dapat berbuat banyak. Kelompok tersebut memiliki daya power yang besar, bahkan memiliki paramilitary wing yang mampu berperang melawan baca memukul angkatan bersenjata Israel yang sangat terlatih dan memiliki sistem senjata yang paling modern di dunia. Contoh lainnya adalah Macan Tamil di Sri Lanka, mereka juga memiliki daya military power yang dapat mengimbangi daya military power pemerintah Sri Lanka. Barangkali, ada perbedaan dalam hal idiologi politik perjuangan antara LTTE dengan Hizbullah, tetapi ada persamaannya yaitu menggunakan coercive approach yang oleh pihak lainnya, sudah di pandang sebagai aksi mengenai political terror sampai saat ini, belum ada kesepakatan internasional yang dapat di bakukan. Figur Yasser Arrafat bagi Israel adalah tokoh teroris yang harus dieksekusi, tetapi bagi bangsa Palestina dia adalah freedom fighter. Begitu pula dengan founding fathers negara Israel yang pada waktu itu dicap sebagai terrorist tetapi setelah Israel merdeka, mereka dianggap sebagai pahlawan bangsa dan dihormati. Namun ada pemahaman para pakar yang mengatakan bahwa political terrorism pada dasarnya mempunyai tujuan prakteknya, ada perbedaan yang cukup mencolok mengenai tujuan yang ingin dicapai oleh political terror di mana mereka berada. Bagi kelompok teroris yang berada di negara yang sudah mapan alam demokrasinya dengan supremasi hukum yang kuat, maka tujuan mereka adalah merubah kebijakan nasional. Contohnya, peledakan pada 13 stasiun kereta api di Madrid 2004 bertujuan merubah kebijakan pemerintah Spanyol mengenai pelibatan kontingen militernya di Irak. Sedangkan kelompok teroris yang berada di negara yang belum mapan institusi demokrasi dan supremasi hukumnya, maka tujuan mereka pada umumnya adalah merombak struktur politik dan atau pemerintahan. Contohnya banyak terjadi di Asia, Amerika Latin, dan aksi terror gerakan radikal tidak dapat dicegah oleh karena beberapa hal, yaitu; i pengikutnya memiliki motivasi yang kuat, ii pengorganisasian yang sangat flexible, dan iii menggunakan metoda dan pola operasi yang yang kuat. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa frustration is the root of all kind rebellion Boone, 1978, diwujudkan dalam berbagai bentuk dan salah satunya pemberontakan. Frustasi dapat diakibatkan oleh berbagai hal, antara lain kesenjangan kaya dan kemiskinan yang amat lebar, tidak terpenuhinya hak dasar, sistem penegakan hukum sangat lemah dan memihak kepada kepentingan tertentu, dan seterusnya. Namun penyebab yang terbesar adalah ancaman hilangnya identitas dan ketidak-adilan[6], yang dialami oleh pihak-pihak tertentu. Bagi pihak tersebut, pilihannya hanya dua yaitu hilangnya identitas dan menjadi korban ketidak adilan, atau berjuang dengan berbagai cara, untuk agar identitas[7] mereka tidak hilang dan memperoleh keadilan. Motivasi yang paling kuat adalah yang berkaitan dengan kepercayaan faith, berikutnya adalah yang berkaitan dengan kelangsungan identitas etnis, dan yang ketiga adalah yang berkaitan dengan idiologi politik. Apabila pendekatan tersebut dapat diterima, maka motivasi yang paling kuat adalah rangkuman ketiga unsur rekrutmen tentunya tidak sulit untuk mendapatkan calon anggota yang pada dasarnya sudah fundamentalistik dan fanatik, yang nantinya relative mudah ditempa untuk menjadi radikal dan militant. Ada dua contoh yang menguatkan argumen tersebut, yaitu Shining Path di Peru dan New People Army di Philippines. Apabila dicermati dengan seksama, ada perbedaan motivasi antara yang kader dan yang ikutan’, oleh karena tidak ada pilihan lain didalam memperjuangkan distribusi keadilan. Masih banyak contoh lainnya di berbagai belahan bumi ini, muncul gerakan radikal sebagai wujud perlawanan terhadap ketidak-adilan dan ancaman hilangnya yang flexible. Prinsip dasar, setiap organisasi yang tidak memiliki sumber daya yang kuat akan membentuk organisasi yang kecil, efisien, namun kenyal flexible. Prinsip kedua adalah memelihara kerahasiaan yang tinggi dan sangat mobile, dan menganut azas kompartementasi. Organisasi semacam ini tidak memerlukan kantor yang representatif, tidak juga perlu memasang berbagai atribut yang memukau, dan menghindari organisasi tipe panitia. Tujuannya adalah rentang kendali pengendalian span of control menjadi sangat pendek. Bentuk yang paling sederhana adalah pimpinan dan anggota yang biasanya diawali dengan model organisasi tanpa bentuk. Nantinya, organisasi tersebut akan berkembang sesuai dengan kebutuhan, misalnya memiliki jaringan intelijen baca informan, sayap propaganda, jaringan pendukung logistik, dan sebagainya. Ada pula kelompok pendukung yang tidak direkrut, hanya dengan memanfaatkan simpati atau hasil penggalangan’. Unit tersebut akan digunakan hanya untuk kegiatan tertentu yang terbatas dan durasi yang sangat terbatas juga. Meskipun demikian, perlu dipahami dengan baik bahwa organisasi inti akan tetapi kecil dan sangat tertutup, dan tidak terbuka terhadap bagian lain. Prinsipnya ada tiga hal, yaitu secure, simple, and metoda dan pola unconventional. Penggunaan metoda dan pola operasi yang unconventional disebabkan kekuatan pihak tersebut, belum dapat mengimbangi kekuatan pemerintah atau pihak mayoritas. Dalam teknis militer, pola dan metoda tersebut dikenal dengan istilah gerilya. Konsep dasarnya adalah menyerang selagi musuh lengah, arahkan pada titik rawan efek psikolojik tinggi, dan lakukan secepatnya. Banyak contoh yang sudah dipraktekkan, misalnya menyerang pihak militer yang sedang santai di bar atau diskotik, sasarannya adalah petugas komunikasi, ajudan pejabat tinggi, bagian logistik angkutan udara, dan sebagai. Durasi serangan hanya beberapa menit, dan bisa dirancang beruntun pada beberapa tempat yang mempunyai nilai stratejik, kritis, dan sensitif. Metoda dan pola tersebut sangat efektif digunakan dan hasilnya yang spectacular akan menaikkan moril pihak gerakan mulanya kelompok kelompok terror bekerja sendirian beraksi dalam batas wilayah negara masing masing, akan tetapi pada tahun 1970-an mereka mengembangkan kerjasama yang meliputi pertukaran intelijen, pusat pelatihan termasuk instruktur, memasok perlengkapan operasional, sampai pada menentukan sasaran operasi bersama. Yang dimaksud dengan kerja sama operasi adalah bukan dalam bentuk joint operation, tetapi pada obyektif atau sasaran yang ingin dicapai. Misalnya Japanese Red Army melakukan serbuan di pelud Lod, Israel, atas nama PLO, kemudian ETA separatis Basque menyerang kepentingan Italy di teritori Spanyol dengan mengatas namakan Brigade Merah Italy Rossa Brigade, demikian juga sebaliknya atas nama ETA maka Rossa Brigade menyerang target milik pemerintah Spanyol yang berada di wilayah kasus yang paling menonjol pada waktu itu adalah peran’ Lybia yang mengembangkan kamp-kamp teroris di wilayah nasionalnya. Situasinya kemudian menjadi semakin kompleks oleh karena ada negara Arab yang secara tertutup “memelihara” kelompok-kelompok terror untuk memperkuat political leverage mereka, dengan memanfaatkan faksi-faksi pejuang Palestina yang jumlahnya puluhan. Modus operandi yang paling popular pada tahun 1970-an sampai mendekati akhir tahun 1980-an, adalah pembajakan pesawat penumpang beberapa pihak yang mengklasifikasikan modus kegiatan terorisme sekarang ini sudah berkembang kegenerasi’ yang ke-lima. perbedaannya di ukur dari empat hal, yaitu; i obyektif yang ingin dicapai, ii area operasi, iii peralatan dan perlengkapan yang digunakan, dan iv strategi dan taktik yang mengenai terorisme generasi keempat, perlu dicermati oleh karena ancaman tersebut yang kini sedang dihadapi oleh masyarakat dunia. Cirinya yang menonjol, antara lain; i menggunakan high-tech dalam kegiatan operasionalnya, ii menggunakan senjata pemusnah massal nuklir-bio-kimia-radio aktif, iii menyerang langsung aspek budaya, sistem nilai, core values nasional,iv mampu mengembangkan peperangan psikolojik yang sangat canggih, utamanya dengan memanfaatkan media massa, v tujuan taktis adalah menimbulkan korban sebesar-besarnya, misalnya sasarannya adalah pasar, stasiun, rumah sakit, gedung juga meninjau generasi kelima, yang beroperasi pada dunia maya dengan menggunakan sarana teknologi informasi, menerobos kebeberapa tempat yang sangat sensitif, misalnya i pusat informasi tempur dan sistem pengendalian perluru kendali, ii sentral data base perbankan nasional dan lembaga keuangan dunia, iii pusat kendali sistem keamanan nasional, dan iv pusat pengambilan keputusan. Ancaman teror generasi kelima, belum mendapatkan atensi yang memadai dikalangan birokrat maupun pemangku kepentingan dibidang keamanan globalisasiMuatan kepentingan yang berada pada era globalisasi adalah liberalisasi perdagangan dunia, dengan menggunakan tertib’ aturan masyarakat internasional. Namun tidak sulit untuk mengatakan bahwa liberalisasi perdagangan dunia adalah kepentingan negara industri baca G-8 untuk menguasai’ pasar dunia dengan tertib aturan yang dirancang oleh mereka. Konon pemahaman mereka mengatakan bahwa liberalisasi perdagangan dunia dapat berkembang apabila semua negara di muka bumi ini sudah demokratis. Alam demokratis tersebut akan berkaitan dengan kebebasan untuk berpolitik, bebas untuk menyatakan pendapat, bebas pula untuk memiliki sesuatu yang diinginkan. Ada kesetaraan gender, menguatnya hak azasi manusia, sampai pada pengketatan aturan konservasi kekayaan pihak mengatakan bahwa globalisasi adalah pengurasan kekayaan alam oleh negara kuat terhadap negara berkembang dan miskin Mander and Glodsmith—1996. Menarik untuk mengangkat pandangan yang lebih obyektif’, mengatakanglobalization today is not working for many of the world’s poor. It is not working for much of the environment. It is not working for the stability of the global economy. Biut globalization has brought better health, as well as an active global civil society fighting more democracy and greater social justice. The problem is not with the globalization, but with how it has been manage.. part of the problems lies with the international economic institutions which help set the rules of the game. They have done so in ways that, all to often, have serve the interest of more advanced industrialized countries rather than those of the developing world…Stiglitz—2002Pandangan Stiglitz ternyata tidak sendirian, oleh karena Kenichi Ohmae dalam bukunya The Borderless World 1991 dan The End of Nation State 1996 sudah mengingatkan bahwa batas wilayah negara, akan semakin kabur oleh karena penetrasi global corporations yang menata pola transportasi, pola komunikasi, dan seterusnya sampai pada aturan memelihara kelestarian bahasa sederhana, ingin dikemukakan bahwa negara berkembang tidak lagi memiliki kebebasan mutlak untuk mengolah sumber kekayaan alam mereka. Contoh yang sangat ekstrim yaitu Irak yang kaya minyak, nyatanya di bawah kendali AS. Ironik sekali melihat negara tersebut yang kaya akan sumber kekayaan alam tetapi rakyatnya tetap miskin. Sebaliknya negara maju akan semakin kaya, dan semakin kokoh mengendalikan perekonomian global, termasuk sumber kekayaan alam yang bukan milik mereka. Situasi tersebut menimbulkan kesenjangan kesejahteraan yang luar biasa antara negara maju dengan negara berkembang dan miskin. Ada ketidak adilan yang sangat menonjol dan sistem hukum internasional tidak akan mampu baca berniat merobah ketimpangan sedang berkembang misalnya dari Venezuela, akan tetapi daya power yang mereka miliki tidak cukup kuat untuk berhadapan dengan kekuatan dunia baca G-8 yang dikomando oleh AS. Bentuk perlawanan yang lain adalah gerakan radikal yang bermunculan di berbagai tempat, dan tidaklah mengherankan apabila gerakan tersebut menggunakan terorisme sebagai alat untuk mencari perimbangan kekuatan. Perkembangan yang terjadi sekarang ini ialah kelompok terror gerakan radikal tidak lagi fokus pada sasaran militer, tetapi sudah melebar pada sasaran sipil, dan yang terutama center of gravity perekonomian global. Medan operasinya juga sudah tidak lagi terbatas pada satu wilayah, akan tetapi sudah multi—fronts dan mendunia. Dalam pengertian sederhana, dapat dikatakan bahwa serangan pihak teroris dapat dilakukan kapan saja, dan di wilayah mana sisi lainnya, muncul masalah politik dalam bentuk politisasi isu teror, yang dapat dilihat sebagai ancaman baca intervensi, yaitu negara maju akan menekan negara yang ’bermasalah’ terorisme untuk memerangi aksi teror, sesuai dengan aturan pelibatan mereka dan menyerang kelompok yang anggap sebagai organisasi teror. Perlu dipahami bahwa, AS dan sekutunya mengeluarkan daftar organisasi teroris, berdasarkan informasi dan analis intelijen pihak negara yang memiliki kapasitas cukup untuk memerangi aksi terorisme, barangkali tidak ada masalah. Akan tetapi bagi negara yang tidak mempunyai sumber daya yang cukup, besar kemungkinannya harus me-relakan kekuatan asing beroperasi di wilayah yurisdiksinya. Durasi operasinya tidak akan jelas, rule of law juga tidak jelas, dan ada berbagai risiko harus dipikul oleh pihak setempat. Contoh risiko adalah preferensi masyarakat yang menolak kehadiran pihak asing, akan menimbulkan implikasi politik di dalam negeri. Contoh ini sudah terjadi di Indonesia yang terdiri dari masyarakat yang majemuk dan sedang berbenah dengan otonomi daerah, perlu mewaspadai penetrasi global corporations yang sangat haus’ akan kekayaan alam. Skenario yang bisa terjadi ialah perusahaan raksasa asing masuk kedaerah, dan di daerah muncul perlawanan yang dilakukan oleh kelompok radikal yang sangat mungkin mengunakan terorisme. Tentunya pihak asing tidak akan tinggal diam, mereka akan mengamankan investasinya dengan berbagai cara. Ada dengan cara bisnis, tetapi ada pula melalui mekanisme politik, dan jangan diabaikan—dengan cara intelijen memerangi aksi terrorDoktrin Mao Zedong, mengumpamakan ikan dan air. Yang di maksud dengan ’ikan’ adalah pihak teroris, sedangkan ’air’ adalah ruang gerak bagi ikan. Doktrin tersebut mengatakan bahwa semakin luas ’airnya’ maka akan semakin baik bagi kehidupan ’ikan’. Bertolak dari doktrin tersebut, maka upaya untuk memerangi aksi terror adalah dengan membalikkan esensi ajaran tersebut, yaitu keringkan ’airnya’ agar tidak ada ruang gerak bagi ’ikan’. Pengertian ’air’ dalam arti sebenarnya adalah atmosfir politik, situasi perekonomian, kondisi sosial, dan keadaan keamanan nasional. Ajaran Mao Zedong mengatakan bahwa semakin buruk atmosfir politik, atau semakin besar ketimpangan sosial ekonomi, dan semakin tidak menentu situasi keamanan, maka ruang gerak ’ikan’ unit-unit teroris akan semakin baik. Dengan demikian, upaya untuk mengeringkan ’air’, tentunya perlu memahami semua aspek yang terkait yaitu politik—ekonomi—hukum—sosial—budaya—pertahanan, sehingga bisa diambil langkah langkah antisipatif dan represif yang pertama, menangani ’ikannya’, artinya—mengenali aktornya, dan semua aspek yang terkait seperti driving factors idiologi politik, basis kekuatan dan dukungan operasional. Perlu pula dipelajari dengan baik mengenai organisasi, yang mempunyai struktur sangat kenyal. Namun secara garis besar organisasi tersebut akan terdiri dari beberapa layers, yaitu 1 The brain dan atau kelompok elite, 2 The executioner, yaitu unit-unit pelaksana tugas khusus, 3 the supporting lines atau jajaran pendukung, misalnya pembuat identitas palsu, penyandang dana, pelatih ketrampilan khusus, penyediaan tempat persembunyian atau save house, dan sebagainya yang di sesuaikan dengan kebutuhan operasional. Masalahnya ialah belum tentu jajaran pendukung mengetahui tujuan sebenarnya organisasi yang mereka bela. 4 The mass, yaitu massa simpatisan yang jumlah relatif sangat besar. Mereka ini belum tentu memahami tujuan organisasi yang mereka bela, akan tetapi organisasi tersebut berstatus legal, diakui pula oleh masyarakat dan dapat dimanipulasikan untuk mempengaruhi situasi yang kedua, mengenali ’air’ sebagai ruang gerak. Ada empat aspek yang terkait erat didalam upaya memerangi aksi terror, yaitu ;1 Aspek politik. Pada aspek ini ada tiga dimensi politik yang perlu di cermati yaitu, aspirasi politik yang melandasi kepentingan terrorist, peta politik domestik, dan peta politik regional-global. Dengan memahami peta besar politik, maka ada peluang untuk memotong kepentingan terroris, juga bisa mendapatkan dukungan dari kekuatan politik domestik, dan nantinya ada ruang untuk manovra politik dalam negeri.2 Aspek hukum. Banyak negara tidak memiliki perangkat hukum yang memadai untuk menangkal aksi terror, tetapi banyak pula negara yang sudah bersiap sedini mungkin. Jepang merupakan contoh yang baik, oleh karena mampu memperkecil ruang gerak JRA sehingga tidak mungkin mereka hidup di dalam negeri, bahkan tidak ada ruang dan peluang untuk melakukan kaderisasi. Pelajaran dari Turki menunjukkan bahwa mereka mampu menyiapkan perangkat hukum yang menjerat aksi terror dari pihak Kurdi dan bisa berkelit dari tuduhan pelanggaran hak azasi manusia. Perangkat hukum internasional yang berkembang belakangan ini sudah menyangkut jaringan perbankan, artinya apabila ada pihak bank yang diketahui menyimpan dana pihak terorist sudah pasti akan kena sanksi internasional. Sudah ada langkah nyata masyarakat dunia baca AS dan sekutunya untuk membekukan asset pihak terorist termasuk negara sponsornya, dan hal ini sudah dilaksanakan.3 Aspek Pemerintah aslinya the administration. Banyak praktek di luar sana, menempatkan kepala daerah/wilayah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap keamanan di wilayahnya. Contohnya, pada insiden 11 September 2001, Walikota New York segera tampil catatan Kepala NYPD berdiri dibelakang untuk mengatasi situasi. Dari persektif AS tindakan tersebut memang seharusnya demikian, oleh karena masyarakat membayar pajak kepada pemerintah dhi Walikota New York, dan sebaliknya adalah tugas pemerintah untuk memberikan perlindungan, rasa aman dan kenyamanan kepada masyarakat. Pemerintah cq aparat keamanan harus mampu mengisolasi daerah kerusakan agar tidak merambat lebih luas, dan dapat segera mengisolasikan lokasi kejadian epicenter, menetapkan zona yang kritis perimeter, menyiagakan daerah penyangga buffer zone, dan memelihara daerah yang aman. Pada prinsipnya, harus ada kesiapan manajemen keamanan nasional yang menjaga roda kehidupan nasional berjalan normal, dan tidak bisa dilumpuhkan oleh satu insiden teror.4 Aspek operasional. Pada aspek ini, kesiapan satuan anti terror baca striking unit akan berperan, kemudian dibantu oleh semua pihak yang terkait, misalnya satuan militer, para-militer, pemadam kebakaran, jajaran rumah sakit, liaison dari pihak lain. Masalahnya yang dihadapi adalah bagaimana membentuk satu kesatuan operasi yang terbentang dari pusat sampai ke lokasi, dari pusat yang merata menjangkau daerah. Unsur-unsur yang esensial antara lain adalah Kodal, striking team, komunikasi, lini pendukung, harus disiapkan sedini mungkin dan ada program yang membangun kewaspadaan nasional, termasuk kesiapan manajemen terhadap keempat aspek tersebut masih perlu di dukung dengan aspek lainnya seperti pengetahuan dalam bidang sosio-kultural, sosio-ekonomi, psikologi, negosiator, media massa, perbankan termasuk asuransi, transportasi, kimia, dan sekarang ini pakar domain komputer dan teknologi informasi sudah menjadi kebutuhan lagi hanya berandai-andai, pada hari Senin terjadi ledakan di stasiun Gambir, kemudian pada hari Selasa terjadi ledakan dipasar Senen, lalu hari Rabu di Blok-M, dan hari Kamis ledakan di Mangga Dua, maka besar kemungkinan perekonomian Indonesia akan ambruk. Pada skenario tersebut, satuan-satuan anti terror tidak bisa berbuat banyak, kecuali mempelajari bekas bekas tersebut akan berbeda situasinya apabila “airnya” sangat kecil, artinya tidak ada ruang gerak bagi sel-sel teroris untuk bergerak. Peran masyarakat dalam bentuk ekstrimnya adalah citizen soldiers merupakan tulang punggung di dalam aksi massal untuk memperkecil “airnya”, dan kondisi tersebut tidak terbentuk secara alamiah, tetapi harus dibentuk. Pertanyaannya, siapa yang berwewenang untuk menangani pekerjaan tersebut ?Pertanyaan tersebut barangkali belum bisa dijawab secara spontan oleh karena terbentuk “kesan umum” bahwa, pekerjaan tersebut belum merupakan kebutuhan yang mendesak. Memang benar sudah ada beberapa undang-undang dan piranti hukum yang mengatur penanganan tindak terorisme, akan tetapi dalam masalah pembinaan potensi nasional untuk menghadapi tindak terorisme, sepertinya masih menunggu untuk dikerjakan. Dalam bahasa perumpamaan, siapa yang akan menangani manajemen mengeringkan air’, apakah di Kemdagri atau KemPertanian, atau di Kehakiman, atau yang di kampus?Kenyataan di lapangan sudah mendesak Indonesia untuk segera berbenah dan alasannya cukup kuat, yaitu; 1 sinyalemen komuniti internasional bahwa Indonesia tergolong soft target, 2 keberadaan segitiga mas di kawasan Asia Tenggara, 3 intensitas illicit small arms trafficking menunjukkan angka yang cukup tinggi, 4 potensi intra-state conflict sangat besar, dan besar sekali kemungkinannya terorisme sebagai alat perjuangan dijadikan sebagai alternatif utama, 5 kabarnya ada kamp kamp latihan terroris di salah satu negara untuk memerangi aksi terror adalah kepentingan nasional yang mendesak, dan berbagai instansi, lembaga, institusi, yang ditugasi penanganan tindak terorisme, perlu satu bahasa, satu sikap, dan satu pola tindak. Khusus kepada KemHan yang mengemban amanah dalam bidang pertahanan tentunya perlu menyiapkan langkah-langkah antisipatif. Yang pertama, mengoptimalkan desk yang secara khusus menekuni bidang teror. Bebannya adalah mencermati semua aspek yang terkait dengan aksi terror, sehingga mampu menghasilkan masukan dalam bidang politik untuk mendukung posisi pemerintah dan posisi Indonesia di fora internasional. Berikutnya, yang kedua, adalah mampu memberikan muatan kepada pihak pembuat undang-undang dan peraturan mengenai kebutuhan untuk memerangi aksi terror. Dan yang ketiga, adalah mampu mengarahkan kesiapan operasional dan menjalin kerjasama dengan pihak aksi terror, sudah jelas Indonesia tidak mampu berperang sendirian, sehingga opsi yang tersedia adalah menggalang kerjasama dengan pihak lain. Upaya kerjasama yang perlu dipertimbangkan adalah membangun satu sistem untuk kawasan AsiaTenggara, yang bebas dari pengaruh luar. Meskipun demikian Indonesia perlu mengembangkan kerjasama bilateral yang menguntungkan kedua belah pihak. Persoalannya sekarang ini adalah tingkat kesiapan Indonesia, yang meliputi aktor utamanya, perangkat pendukungnya, muatannya yang akan di’jual’, dan tidak kalah penting adalah kesatuan pandang dan sikap dari seluruh lapisan perlu pula dipertimbangkan untuk memulai dengan 1 merumuskan batasan mengenai terror yang dapat diterima oleh bangsa Indonesia dan membentuk sikap nasional yang baku, 2 meninjau semua produk hukum yang berkaitan dengan aksi terror, termasuk pemberdayaan semua konvensi internasional[8], 3 mengevaluasi kemampuan nasional untuk anti terror, dan 4 menjajaki kemungkinan kerjasama dengan pihak luar sesuai dengan tingkat kesiapan nasional dan kebutuhan WicaksonoPublic Policy and Defense Diplomatic Studies 1 2 3 4 5 Lihat Politik Selengkapnya
W8F7b. 35cyvy9jn0.pages.dev/25735cyvy9jn0.pages.dev/38635cyvy9jn0.pages.dev/36835cyvy9jn0.pages.dev/19535cyvy9jn0.pages.dev/35535cyvy9jn0.pages.dev/335cyvy9jn0.pages.dev/28235cyvy9jn0.pages.dev/23435cyvy9jn0.pages.dev/88
beberapa tindakan di era global